Andika Try Wiratama
Senin, 11/02/2013 15:33 WIB

Dengan mudah kita bisa temukan hutan-hutan bambu di daerah Karadenan dan Sukahati. Dan, walau kerajinan bambu bukan lagi menjadi mata pencaharian utama di dua kelurahan tersebut.
Masih banyak ditemukan puluhan pengrajin bambu, khususnya di Kampung Pajeleran, Kampung Muara Beres di Kelurahan Sukahati dan Kampung Pisang di Kelurahan Karadenan.
Ketika program PNPM Mandiri Perkotaan mulai masuk di Kelurahan Karadenan
dan Sukahati, para pengrajin bambu adalah salah satu yang mendapatkan
sosialisasi tentang PNPM Mandiri Perkotaan, khususnya tentang program
ekonomi bergulir yang dijalankan oleh Badan Keswadayaan Masyarakat
(BKM).
Salah satu BKM yang sudah menyalurkan bantuan modal bagi para pengrajin
bambu adalah BKM Mandiri Karadenan Kelurahan Karadenan, Kecamatan
Cibinong, Kabupaten Bogor.
”Kami sudah menyalurkan bantuan ekonomi bergulir kepada 12 KSM dengan
total bantuan langsung masyarakat (BLM) Rp63 juta,” ungkap Ete Kura
Karesina, salah satu anggota Unit Pengelola Keuangan (UPK) BKM, ketika
diwawancara Media Warga Online.
Menurut Karesina, yang biasa dipanggil Ekky ini, untuk tahap pertama ada
sekitar 126 orang penerima manfaat, 10 di antaranya adalah pengrajin
bambu anggota KSM Bambu Itam warga Kampung Pisang RT 03/06.
”KSM
Bambu Itam, dengan anggota 10 orang, untuk tahap pertama mendapat
pinjaman masing-masing sebesar Rp500 ribu, sehingga total pinjaman KSM
Bambu Itam sekitar Rp5 juta,” ujar pria asal Kupang ini menjelaskan
lebih lanjut.
Guna menggali lebih dalam informasi tentang KSM Bambu Itam, Media Warga
Online diajak anggota UPK mengunjungi Sekretariat KSM Bambu Itam di
Kampung Pisang Pule dan dipertemukan langsung dengan Koordinator KSM
Slamet Heriyanto.
”Alhamdulillah dana pinjaman PNPM Mandiri Perkotaan sangat bermanfaat
sekali,” Slamet membuka pembicaraan. ”Kami dapat membeli bambu lebih
banyak dari yang biasanya hanya 50 batang bambu. Berkat bantuan PNPM,
kini kami bisa membeli sekitar 100 bambu, sehingga menambah jumlah
produksi,” tutur pria kelahiran tahun 1970 ini.
Slamet
menjelaskan, baru sekarang dia dan pengrajin bambu lain mendapat
bantuan modal dari pemerintah. Selama ini mereka merasa tidak
mendapatkan perhatian dari pemerintah. ”Alhamdulillah, berkat BKM,
akhirnya kami dapat bantuan modal,” kata Slamet dengan wajah sumringah.
Menurutnya, KSM Bambu Itam dibentuk pada 21 Februari 2010 beranggotakan 9
orang laki-laki dan 1 perempuan. Jenis kegiatannya adalah membuat aneka
kerajinan dari bahan dasar bambu, khususnya bambu hitam.
Dari bambu hitam tersebut dibuat kursi, sofa, meja makan, meja komputer,
meja TV, saung (gazebo), hiasan kaligrafi dan masih banyak lagi. Slamet
Heriyanto sendiri sudah menekuni usaha bambu ini sejak duduk di Kelas
VI Sekolah Dasar (SD), atau kurang lebih sudah 28 tahun.
Menurut Slamet, sejak usia dini dia sudah menekuni kerajinan bambu guna
membiayai sekolah. ”Saya dari keluarga miskin, jadi supaya bisa lulus SD
dan membiayai pendidikan ke tingkat lebih lanjut, saya harus mandiri,”
tutur pria lulusan SMA ini. ”Berkat bambu inilah saya bisa terus
sekolah,” tambahnya.
Berkat
pengalaman Slamet di bidang kerajinan bambu, ia sering dijadikan
guru/pelatih bagi warga lain yang ingin belajar menekuni usaha kerajinan
bambu. Bahkan, beberapa bulan lalu ada sekitar 10 mahasiswa salah satu
perguruan tinggi di luar Jawa secara khusus belajar tatacara pembuatan
meja kursi dari bambu dari Slamet selama tujuh hari.
”Saya senang sekali bisa mengajari para calon sarjana tersebut,” ungkap
Slamet, bangga. Tidak heran jika di wilayah itu Slamet sangat dihormati
dan dituakan oleh warga sekitarnya, karena pengalamannya di bidang
kerajinan bambu.
Seiring berjalannya waktu, usaha Slamet semakin berkembang. Kini Slamet
sudah mampu membuka lapangan pekerjaan bagi tujuh orang. ”Saat ini
pesanan semakin meningkat, saya sudah tidak sanggup lagi mengerjakan
sendirian. Jadi, saya mempekerjakan warga sekitar untuk meningkatkan
produksi, bahkan banyak order (pesanan) saya berikan ke anggota KSM
lain,” jelas ayah dari tiga putra dan satu putri ini.
Karena
banyak pesanan itulah Slamet berniat mencari modal tambahan. Tidak
hanya untuk dirinya sendiri, tapi untuk pengrajin yang lainnya juga.
Ketika dia mendapat undangan dari BKM untuk mengikuti kegiatan
sosialisasi tentang kegiatan ekonomi bergulir, kesempatan tersebut tidak
disia-siakannya.
Setelah mengikuti kegiatan sosialisasi, Slamet dan rekan-rekannya
langsung membentuk KSM dan mendaftarkannya ke UPK. Kemudian UPK
memberikan bimbingan teknis tentang tatacara penyususunan proposal dan
pembukuan ekonomi keluarga. Setelah proposal dan kelayakan usaha
diverifikasi oleh UPK, akhirnya usulan KSM Bambu Itam disetujui oleh
BKM.
Lebih lanjut Slamet menjelaskan, berkat tambahan modal dari PNPM, dia
dan anggota KSM lain dapat meningkatkan produksi dan pendapatan. Jika
awalnya Slamet hanya bisa memproduksi lima set kursi dalam seminggu,
sekarang ia mampu memproduksi 10 set kursi per minggu dengan sistem
borongan, sehingga dalam sebulan bisa memproduksi 40 set kursi. Satu set
kursi bisa dijual dengan harga Rp150.000 – Rp170.000 sampai di
pangkalan—istilah pengrajin.
Jika
konsumen datang langsung ke workshop, harga satu set berkisar Rp100.000
- Rp120.000. Dengan produksi 40 set kursi per bulan, keuntungan yang
diperoleh setiap bulan rata-rata Rp1 juta - Rp2 juta.
Pada awalnya pemasaran produk mereka adalah dengan sistem keliling
dengan cara dipikul. Slamet bercerita, dia biasa berjalan kaki hingga
puluhan kilometer.
Kadang, meski sudah berjalan jauh, tidak satupun ada yang laku, sehingga
dagangannya harus dititipkan di satu tempat, karena ia tidak sanggup
lagi membawa pulang. Sekarang Slamet tidak harus keliling lagi, karena
sudah ada penampungan khusus di daerah Tangerang, Bekasi bahkan sampai
di luar Jawa, yaitu Pulau Bangka.
Permasalahan yang dihadapi Slamet saat ini adalah pengadaan bahan baku
bambu hitam. Pasalnya, di Karadenan dan Sukahati sudah sangat sulit
menemukan hutan bambu jenis bambu hitam. Slamet terpaksa mencari bambu
hitam ke wilayah Sukabumi dan Cianjur.
Selain produksi meja kursi, Slamet juga memproduksi kaligrafi dan saung
(Gazebo). Menurut Slamet, keuntungan akan jauh lebih besar jika ada
order pembuatan saung (Gazebo), tapi modalnya sangat besar.
”Jadi kami hanya menawarkan jasa pembuatan saja. Pangsa pasar pembuatan
gazebo masih sangat terbuka, khususnya permintaan dari rumah makan Sunda
dan daerah lainnya, hotel, serta perumahan mewah. Kalau ada yang
memberikan modal lebih besar lagi, saya berani merambah bisnis pembuatan
gazebo,” tegas Slamet. (atw)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar