Senin, 11 Februari 2013

KERAJINAN BAMBU



Andika Try Wiratama
Senin, 11/02/2013 15:33 WIB 
Aneka kerajinan bambu dari Kelurahan Karadenan dan Sukahati sudah tidak asing lagi di telinga warga Kabupaten Bogor. Sejak tahun 1960-an, wilayah itu sudah terkenal sebagai sentra industri kecil berbahan baku bambu.

Dengan mudah kita bisa temukan hutan-hutan bambu di daerah Karadenan dan Sukahati. Dan, walau kerajinan bambu bukan lagi menjadi mata pencaharian utama di dua kelurahan tersebut.

Masih banyak ditemukan puluhan pengrajin bambu, khususnya di Kampung Pajeleran, Kampung Muara Beres di Kelurahan Sukahati dan Kampung Pisang di Kelurahan Karadenan.
Ketika program PNPM Mandiri Perkotaan mulai masuk di Kelurahan Karadenan dan Sukahati, para pengrajin bambu adalah salah satu yang mendapatkan sosialisasi tentang PNPM Mandiri Perkotaan, khususnya tentang program ekonomi bergulir yang dijalankan oleh Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM).
Salah satu BKM yang sudah menyalurkan bantuan modal bagi para pengrajin bambu adalah BKM Mandiri Karadenan Kelurahan Karadenan, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor.
”Kami sudah menyalurkan bantuan ekonomi bergulir kepada 12 KSM dengan total bantuan langsung masyarakat (BLM) Rp63 juta,” ungkap Ete Kura Karesina, salah satu anggota Unit Pengelola Keuangan (UPK) BKM, ketika diwawancara Media Warga Online.
Menurut Karesina, yang biasa dipanggil Ekky ini, untuk tahap pertama ada sekitar 126 orang penerima manfaat, 10 di antaranya adalah pengrajin bambu anggota KSM Bambu Itam warga Kampung Pisang RT 03/06.
”KSM Bambu Itam, dengan anggota 10 orang, untuk tahap pertama mendapat pinjaman masing-masing sebesar Rp500 ribu, sehingga total pinjaman KSM Bambu Itam sekitar Rp5 juta,” ujar pria asal Kupang ini menjelaskan lebih lanjut.
Guna menggali lebih dalam informasi tentang KSM Bambu Itam, Media Warga Online diajak anggota UPK mengunjungi Sekretariat KSM Bambu Itam di Kampung Pisang Pule dan dipertemukan langsung dengan Koordinator KSM Slamet Heriyanto.
”Alhamdulillah dana pinjaman PNPM Mandiri Perkotaan sangat bermanfaat sekali,” Slamet membuka pembicaraan. ”Kami dapat membeli bambu lebih banyak dari yang biasanya hanya 50 batang bambu. Berkat bantuan PNPM, kini kami bisa membeli sekitar 100 bambu, sehingga menambah jumlah produksi,” tutur pria kelahiran tahun 1970 ini.
Slamet menjelaskan, baru sekarang dia dan pengrajin bambu lain mendapat bantuan modal dari pemerintah. Selama ini mereka merasa tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah. ”Alhamdulillah, berkat BKM, akhirnya kami dapat bantuan modal,” kata Slamet dengan wajah sumringah.
Menurutnya, KSM Bambu Itam dibentuk pada 21 Februari 2010 beranggotakan 9 orang laki-laki dan 1 perempuan. Jenis kegiatannya adalah membuat aneka kerajinan dari bahan dasar bambu, khususnya bambu hitam.
Dari bambu hitam tersebut dibuat kursi, sofa, meja makan, meja komputer, meja TV, saung (gazebo), hiasan kaligrafi dan masih banyak lagi. Slamet Heriyanto sendiri sudah menekuni usaha bambu ini sejak duduk di Kelas VI Sekolah Dasar (SD), atau kurang lebih sudah 28 tahun.
Menurut Slamet, sejak usia dini dia sudah menekuni kerajinan bambu guna membiayai sekolah. ”Saya dari keluarga miskin, jadi supaya bisa lulus SD dan membiayai pendidikan ke tingkat lebih lanjut, saya harus mandiri,” tutur pria lulusan SMA ini. ”Berkat bambu inilah saya bisa terus sekolah,” tambahnya.
Berkat pengalaman Slamet di bidang kerajinan bambu, ia sering dijadikan guru/pelatih bagi warga lain yang ingin belajar menekuni usaha kerajinan bambu. Bahkan, beberapa bulan lalu ada sekitar 10 mahasiswa salah satu perguruan tinggi di luar Jawa secara khusus belajar tatacara pembuatan meja kursi dari bambu dari Slamet selama tujuh hari.
”Saya senang sekali bisa mengajari para calon sarjana tersebut,” ungkap Slamet, bangga. Tidak heran jika di wilayah itu Slamet sangat dihormati dan dituakan oleh warga sekitarnya, karena pengalamannya di bidang kerajinan bambu.
Seiring berjalannya waktu, usaha Slamet semakin berkembang. Kini Slamet sudah mampu membuka lapangan pekerjaan bagi tujuh orang. ”Saat ini pesanan semakin meningkat, saya sudah tidak sanggup lagi mengerjakan sendirian. Jadi, saya mempekerjakan warga sekitar untuk meningkatkan produksi, bahkan banyak order (pesanan) saya berikan ke anggota KSM lain,” jelas ayah dari tiga putra dan satu putri ini.
Karena banyak pesanan itulah Slamet berniat mencari modal tambahan. Tidak hanya untuk dirinya sendiri, tapi untuk pengrajin yang lainnya juga. Ketika dia mendapat undangan dari BKM untuk mengikuti kegiatan sosialisasi tentang kegiatan ekonomi bergulir, kesempatan tersebut tidak disia-siakannya.
Setelah mengikuti kegiatan sosialisasi, Slamet dan rekan-rekannya langsung membentuk KSM dan mendaftarkannya ke UPK. Kemudian UPK memberikan bimbingan teknis tentang tatacara penyususunan proposal dan pembukuan ekonomi keluarga. Setelah proposal dan kelayakan usaha diverifikasi oleh UPK, akhirnya usulan KSM Bambu Itam disetujui oleh BKM.
Lebih lanjut Slamet menjelaskan, berkat tambahan modal dari PNPM, dia dan anggota KSM lain dapat meningkatkan produksi dan pendapatan. Jika awalnya Slamet hanya bisa memproduksi lima set kursi dalam seminggu, sekarang ia mampu memproduksi 10 set kursi per minggu dengan sistem borongan, sehingga dalam sebulan bisa memproduksi 40 set kursi. Satu set kursi bisa dijual dengan harga Rp150.000 – Rp170.000 sampai di pangkalan—istilah pengrajin.
Jika konsumen datang langsung ke workshop, harga satu set berkisar Rp100.000 - Rp120.000. Dengan produksi 40 set kursi per bulan, keuntungan yang diperoleh setiap bulan rata-rata Rp1 juta - Rp2 juta.
Pada awalnya pemasaran produk mereka adalah dengan sistem keliling dengan cara dipikul. Slamet bercerita, dia biasa berjalan kaki hingga puluhan kilometer.
Kadang, meski sudah berjalan jauh, tidak satupun ada yang laku, sehingga dagangannya harus dititipkan di satu tempat, karena ia tidak sanggup lagi membawa pulang. Sekarang Slamet tidak harus keliling lagi, karena sudah ada penampungan khusus di daerah Tangerang, Bekasi bahkan sampai di luar Jawa, yaitu Pulau Bangka.
Permasalahan yang dihadapi Slamet saat ini adalah pengadaan bahan baku bambu hitam. Pasalnya, di Karadenan dan Sukahati sudah sangat sulit menemukan hutan bambu jenis bambu hitam. Slamet terpaksa mencari bambu hitam ke wilayah Sukabumi dan Cianjur.
Selain produksi meja kursi, Slamet juga memproduksi kaligrafi dan saung (Gazebo). Menurut Slamet, keuntungan akan jauh lebih besar jika ada order pembuatan saung (Gazebo), tapi modalnya sangat besar.
”Jadi kami hanya menawarkan jasa pembuatan saja. Pangsa pasar pembuatan gazebo masih sangat terbuka, khususnya permintaan dari rumah makan Sunda dan daerah lainnya, hotel, serta perumahan mewah. Kalau ada yang memberikan modal lebih besar lagi, saya berani merambah bisnis pembuatan gazebo,” tegas Slamet. (atw)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar